“Penyakit
Sfilis”
DISUSUN OLEH :
Fetty
Haryani : PO.71.20.1.13.076
Lestari
Damayanti : PO.71.20.1.13.079
Moch. Chandara Bara :
PO.71.20.1.13.090
Kelompok
: VI
Tingkat : I.D
Dosen Pembimbing : Rehana, S.Pd.M.Kes
Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia
Politeknik
Kesehatan Palembang
Jurusan
Keperawatan
Tahun
Akademik 2013/2014
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaium Wr.
Wb.
Alhamdulilllah kami panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT
yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk dapat melaksanakan dan
menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak
kekurangan dan ketidaksempurnaan karena keterbatasan data dan pengetahuan
penulis serta waktu yang ada saat ini, dengan rendah hatipenulis makalah ini
mengharap kritik dan saran yang membangun dari kalangan pembimbing untuk
kesempurnaan makalah yang kami kerjakan ini.
Selanjutnya, kami mengucapkan terima kasih yang
sebanyak-banyaknya kepada semua pihak yang telah membantu tersellesaikanya
kegiatan fortofolio untuk mata kuliah Sistem integumen,
terutama kepada dosen pembimbing. Terlepas dari semua kekurangan penulisan
maklah ini, baik dalam susunan dan penulisanya yang salah, penulis memohon maaf
dan berharap semoga penulisan makalas ini bermanfaat khususnya kepada kami
selaku penulis dan umumnya kepada pembaca yang budiman.
Akhirnya, semoga Allah senantiasa meberikan rahmat dan
hidayah-Nya kepada siapa saja yang mencintai pendidikan. Amin Ya Robbal Alamin.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Palembang, April 2014
Tim
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Judul
…………………………………………………………………. 1
Kata Pengantar
…………………………………………………………………. 2
Daftar Isi
……………………………………………………………………….. 3
BAB I
PENDAHULUAN
……………………………………………………………… 4
BAB II
PEMBAHASAN
……………………………………………………………….. 5
BAB III
PENUTUP ………………………………………………………………………
12
DAFTARPUSTAKA
…………………………………………………………… 13
BAB
I
PENDAHULUAN
Kulit menutupi dan melindungi permukaan tubuh , dan bersambung
dengan selaput lendir yang melapisi rongga-rongga dan lubang-lubang. Kulit
mempunyai banyak fungsi, didalamnya terdapat ujung saraf peraba, membantu
mengatur suhu dan mengendalikan hilangnya air dari tubuh dan mempunyai sedikit
kemampuan exkretori, sekretori, dan absorpsi.
Kulit dibagi menjadi lapisan :epidermis atau kutikula
, dermis atau korium dan endodermis.epidermis tersusun atas epitelium berlapis
dan terdiri atas sejumlah sel yangdisusun atas dua lapis yang jelas tampak :
selapis lapisan tanduk dan selapis zona germinalis. Bagian-bagian epidermis dapat
dilihat dengan mikroskop. Lapisan tanduk terletak paling luar dan tersusun atas
beberapa lapisan sel yang membentuk epidermis.
1. Stratum korneum, selnya tipis datar,
seperti sisik dan terus menerus dilepaskan.
2. Stratum lusidum, selnya mempunyai batas tegas
tetapi tidak ada intinya.
3. Stratum granulosum, selapis sel yang jelas
tampak berisi inti dan juga granulosum.
4. Zona germinalis, terletak dibawah lapisan
tandukdan terdiri atas 2 lapis sel epitel yang
berbentuk tegas.
5. Sel berduri, yaitu sel dengan fibril halus
yang menyambungsel yang satu dengan yang lainyadidalam
lapisan ini, sehingga setia sel seakan –akan berduri.
6. Sel basal, sel ini yang terus menerus
memproduksi sel epidermis baru. Sel ini disusun dengan teratur berderet engan rapat membentuk lapisan pertama atau
lapisan dua sel pertama dari
sel basal yang duduk diatas papila dermis
Epidermis tidak berisi pembuluh darah. saluran kelenjar keringat
menembus epidermis dan mendampingi rambut. Sel epidermis membatasi folikel
rambut. Di atas permukaan epidermis terdapat garis lekuka yang berjalan sesuai
dengan papil dermis dibawahnya. Garis-garis ini berbeda beda, pada ujunga jari
terdapat ukiran yang jelas, yang pada setiap orang berbeda. Maka dari itu studi
sidik jari dalam kriminologi dilandaskan.
Korium atau demis tersusun atas jaringan fibrus dan jaringan
ikat yang elastik. Pada permukaan dermis tersusun papil-papil kecil yang berisi
ranting-rantin pembuluh darah kapiler. Ujung akhir saraf sensoris yaitu puting
peraba , terletak didalam dermis.kelemjar keringat yang berbentuk tabung
berbelit-belit dan banyak jumlahnya terletak disemailah dalam dermis, dan
saluranya yang keluar melalaui dermis dan epidermis, bermuara di atas permukaan
kulit didalam lekukan halus yang disebut pori. Ada beberapa kelenjar keringat
yang berubah sifat yang dijumpai di kulit sebelah dalam telinga yaitu kelenjar
serumen.
Kelenjar sebaseus yaitu kelenjar kantong didalam kulit.
Bentuknya seperti botol dan bermuara didalam folikel rambut. Kelenjar ini
paling banyak berada di atas kepala dan muka, sekitar hidung mulut dan telinga,
dan sama sekali tidak terdapat pada kulit telapak tangan dan telapak kaki.
Kelenjar dan sluranya dilapisi oleh sel epitel. Perubahan didalam sel ini
berakibat sekresi berlemak yang disebut sebum
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Sifilis adalah salah satu penyakit menular seksual. Penyakit
tersebut ditularkan melalui hubungan seksual, penyakit ini bersifat Laten atau
dapat kambuh lagi sewaktu-waktu selain itu bisa bersifat akut dan kronis. Penyakit
ini dapat cepat diobati bila sudah dapat dideteksi sejak dini. Kuman yang dapat
menyebabkan penyakit sifilis dapat memasuki tubuh dengan menembus selaput
lendir yang normal dan mampu menembus plasenta sehingga dapat menginfeksi janin
(Soedarto, 1998).
Sifilis adalah penyakit menular seksual yang disebabkan
oleh Treponema pallidum. Penyakit menular seksual adalah penyakit
yang ditularkan melalui hubungan seksual. Penyakit ini sangat kronik, bersifat
sistemik dan menyerang hampir semua alat tubuh (Hidayat, 2009).
Sifilis ialah penyakit infeksi oleh Treponema
palidum dengan perjalanan penyakit yang kronis, adanya remisi dan
aksaserbasi, dapat menyerang semua organ dalam tubuh terutama sistem
kardiovaskular, otak, dan susunan saraf, serta dapat terjadi sifilis kongenital
(Mansjoer, Arif, et al, 2000: 153).
Berdasarkan beberapa teori di atas, dapat disimpulkan bahwa
sifilis adalah penyakit infeksi yang dapat digolongkan Penyakit Menular Seksual
(PMS), yang disebabkan oleh Treponema palidium, yang bersifat
kronis dan bekerja secara sistemik.
B. Etiologi
Sifilis disebabkan oleh Treponema Pallidum. Treponema
Pallidum termasuk ordo Spirochaeta, famili Treponemetoceae yang
berbentuk seperti spiral dengan panjang antara 5- 20 mikron dan lebar 0,1- 0,2
mikron, mudah dilihat dengan mikroskop lapangan gelap akan nampak seperti
spiral yang bisa melakukan gerakan seperti rotasi. Organisme ini bersifat
anaerob mudah dimatikan oleh sabun, oksigen, sapranin, bahkan oleh Aquades.
Didalam darah donor yang disimpan dalam lemari es Treponema Pallidum akan
mati dalam waktu tiga hari tetapi dapat ditularkan melalui tranfusi mengunakan
darah segar (Soedarto, 1990). Sifilis ini juga dapat menular melalui
hubungan seksual dengan penderita sifilis. Kontak kilit dengan lesi yang mengandung T.
pallidumjuga akan menularkan penyakit sifilis.
C . Epidemiologi
Asal penyakit tidak jelas. Sebelum tahun 1492 belum dikenal di
Eropa. Pada tahun 1494 terjadi epidemi di Napoli. Pada abad ke-18 baru
diketahui bahwa penularan sifilis melelui hubungan seksual. Pada abad ke-15
terjadiwabah di Eropa. Sesudah tahun 1860, morbilitas sifilis menurun cepat.
Selama perang dunia II, kejadian sifilis meningkat dan puncaknya pada tahun
1946, kemudian menurun setelah itu.
Kasus sifilis di Indonesia adalah 0,61%. Penderita yang terbanyak
adalah stadium laten, disusul sifilis stadium I yang jarang, dan yang langka
ialah sifilis stadium II.
D.
Manifestasi Klinis
1. Sifilis primer
Berlangsung selama 10 - 90 hari sesudah
infeksi ditandai oleh Chancre sifilis dan adenitis regional. Papula tidak
nyeri tampak pada tempat sesudah masuknyaTreponema pallidum.
Papula segera berkembang menjadi ulkus bersih, tidak nyeri dengan tepi menonjol
yang disebut chancre. Infeksinya sebagai lesi primer akan terlihat
ulserasi (chancre) yang soliter, tidak nyeri, mengeras, dan terutama terdapat
di daerah genitalia disertai dengan pembesaran kelenjar regional yang tidak
nyeri. Chancre biasanya pada genitalia berisi Treponema pallidum yang hidup dan
sangat menular, chancre extragenitalia dapat juga ditemukan pada tempat
masuknya sifilis primer. Chancre biasanya bisa sembuh dengan sendirinya dalam 4
– 6 minggu dan setelah sembuh menimbulkan jaringan parut. Penderita yang tidak
diobati infeksinya berkembang ke manifestasi sifilis sekunder.
2 . Sifilis Sekunder
Terjadi sifilis sekunder, 2–10 minggu
setelah chancre sembuh. Manifestasi sifilis sekunder terkait dengan spiroketa
dan meliputi ruam, mukola papuler non pruritus, yang dapat terjadi diseluruh
tubuh yang meliputi telapak tangan dan telapak kaki; Lesi pustuler dapat juga
berkembang pada daerah yang lembab di sekitar anus dan vagina, terjadi
kondilomata lata (plak seperti veruka, abu–abu putih sampai eritematosa). Dan
plak putih disebut (Mukous patkes) dapat ditemukan pada
membran mukosa, gejala yang ditimbulkan dari sifilis sekunder adalah
penyakit seperti flu seperti demam ringan, nyeri kepala, malaise, anoreksia,
penurunan berat badan, nyeri tenggorokan, mialgia, dan artralgia serta
limfadenopati menyeluruh sering ada. Manifestasi ginjal, hati, dan mata dapat
ditemukan juga, meningitis terjadi 30% penderita. Sifilis sekunder
dimanifestasikan oleh pleositosis dan kenaikan cairan protein serebrospinal
(CSS), tetapi penderita tidak dapat menunjukkan gejala neurologis sifilis
laten.
E. Relapsing
sifilis.
Kekambuhan penyakit sifilis terjadi karena
pengobatan yang tidak tepat dosis dan jenisnya. Pada waktu terjadi kekambuhan
gejala – gejala klinik dapat timbul kembali, tetapi mungkin juga tanpa gejala
hanya perubahan serologinya yaitu dari reaksi STS (Serologis Test for
Syfilis) yang negatif menjadi positif. Gejala yang timbul kembali sama
dengan gejala klinik pada stadium sifilis sekunder.
Relapsing sifilis yang
ada terdiri dari :
a. Sifilis laten
Fase tenang yang terdapat antara hilangnya
gejala klinik sifilis sekunder dan tersier, ini berlangsung selama 1 tahun
pertama masa laten (laten awal). Tidak terjadi kekambuhan sesudah tahun
pertama disertai sifilis lambat yang tidak mungkin bergejala. Sifilis
laten yang infektif dapat ditularkan selama 4 tahun pertama sedang sifilis
laten yang tidak menular berlangsung setelah 4 tahun tersebut. Sifilis laten
selama berlangsung tidak dijumpai gejala klinik hanya reaksi STS positif.
b. Sifilis tersier
Sifilis lanjut ini dapat terjadi bertahun –
tahun sejak sesudah gejala sekunder menghilang. Pada stadium ini penderita
dapat mulai menunjukkan manifestasi penyakit tersier yang meliputi neurologis, kardiovaskuler
dan lesi gummatosa, pada kulit dapat terjadi lesi berupa nodul, noduloulseratif
atau gumma. Gumma selain mengenai kulit dapat mengenai semua bagian tubuh
sehingga dapat terjadi aneurisma aorta, insufisiensi aorta, aortitis dan
kelainan pada susunan syaraf pusat (neurosifilis ).
c. Sifilis kongenital
Sifilis kongenital yang terjadi akibat
penularan dari ibu hamil yang menderita sifilis kepada anaknya melalui
plasenta. Ibu hamil dengan sifilis dengan pengobatan tidak tepat atau tidak diobati
akan mengakibatkan sifilis kongenital pada bayinya. Infeksi intrauterin dengan
sifilis mengakibatkan anak lahir mati, infantille congenital sifilis atau
sifilis timbul sesudah anak menjadi besar dan bahkan sesudah dewasa. Pada
infantil kongenital sifilis bayi mempunyai lesi – lesi mukokutan. Kondiloma,
pelunakan tulang – tulang panjang, paralisis dan rinitis yang persisten.
Sedangkan jika sifilis timbul sesudah anak menjadi besar atau dewasa maka
kelainan yang timbul pada umumnya menyangkut susunan syaraf pusat misalnya
parasis atau tabes, atrofi nervous optikus dan tuli akibat kelainan syaraf
nervous kedelapan, juga interstitial keratitis, stig mata tulang dan
gigi, saddel – nose, saber shin ( tulang kering terbentuk seperti pedang ) dan
kadang – kadang gigi Hutchinson dapat dijumpai. Prognosis sifilis kongenital
tergantung beratnya infeksi tetapi kelainan yang sudah terjadi akibat
neurosifilis biasanya sudah bisa disembuhkan. (Soedarto, 1990).
F. Patofisiologi
1.
Stadium
Dini
Pada sifilis yang didapat, Treponema pallidum masuk
ke dalam kulit melalui mikrolesi atau selaput lendir, biasanya melalui
senggama. Kuman tersebut berkembang biak, jaringan bereaksi dengan membentuk
infiltrat yang terdiri atas sel-sel limfosit dan sel-sel plasma, terutama di
perivaskuler, pembuluh-pembuluh darah kecil berproliferasi dikelilingi
oleh Treponema pallidum dan sel-sel radang. Enarteritis
pembuluh darah kecil menyebabkan perubahan hipertrofi endotelium yang
menimbulkan obliterasi lumen (enarteritis obliterans). Pada pemeriksaan klinis
tampak sebagai S I. Sebelum S I terlihat, kuman telah mencapai kelenjar getah
bening regional secara limfogen dan berkembang biak, terjadi penjalaran
hematogen yang menyebar ke seluruh jaringan tubuh. Multiplikasi diikuti oleh
reaksi jaringan sebagai S II yang terjadi 6-8 minggu setelah S I. S I akan
sembuh perlahan-lahan karena kuman di tempat tersebut berkurang jumlahnya.
Terbentuklah fibroblas-fibroblas dan akhirnya sembuh berupa sikatrik. S II juga
mengalami regresi perlahan-lahan lalu menghilang. Timbul stadium laten. Jika
infeksi T. pallidum gagal diatasi oleh proses imunitas tubuh,
kuman akan berkembang biak lagi dan menimbulkan lesi rekuren. Lesi dapat timbul
berulang-ulang.
2.
Stadium
Lanjut
Stadium laten berlangsung bertahun-tahun karena treponema dalam
keadaan dorman. Treponema mencapai sistem kardiovaskuler dan sistem saraf pada
waktu dini, tetapi kerusakan perlahan-lahan sehingga memerlukan waktu
bertahun-tahun untuk menimbulkan gejala klinis. Kira-kira dua pertiga kasus dengan
stadium laten tidak memberi gejala.
G. Pencegahan
Banyak hal yang dapat dilakukan untuk mencegah seseorang agar
tidak tertular penyakit sifilis. Hal-hal yang dapat dilakukan antara lain :
• Tidak berganti-ganti
pasangan
• Berhubungan seksual
yang aman: selektif memilih pasangan dan pempratikkan ‘protective sex’.
• Menghindari penggunaan
jarum suntik yang tidak steril dan transfusi darah yang sudah terinfeksi.
H. Penatalaksanaan
Penderita sifilis diberi antibiotik penisilin (paling efektif).
Bagi yang alergi penisillin diberikan tetrasiklin 4×500 mg/hr, atau eritromisin
4×500 mg/hr, atau doksisiklin 2×100 mg/hr. Lama pengobatan 15 hari bagi S I
& S II dan 30 hari untuk stadium laten. Eritromisin diberikan bagi ibu
hamil, efektifitas meragukan. Doksisiklin memiliki tingkat absorbsi lebih baik
dari tetrasiklin yaitu 90-100%, sedangkan tetrasiklin hanya 60-80%.
Obat lain adalah golongan sefalosporin, misalnya sefaleksin 4×500
mg/hr selama 15 hari, Sefaloridin memberi hasil baik pada sifilis dini, Azitromisin
dapat digunakan untuk S I dan S II.
Penatalaksanaan
Medis
·
Sifilis primer dan sekunder
1.
Penisilin benzatin G dosis 4,8 juta unit IM (2,4juta unit/kali) dan diberikan 1
x seminggu
2.
Penisilin prokain dalam aqua dengan dosis 600.000 unit injeksi IM sehari selama
10 hari.
3.
Penisilin prokain +2% alumunium monostearat, dosis total 4,8 juta unit,
diberikan 2,4 juta unit/kali sebanyak dua kali seminggu.
Sifilis laten§
1.
Penisilin benzatin G dosis total 7,2 juta unit
2.
Penisilin G prokain dalam aqua dengan dosis total 12 juta unit (600.000 unit
sehari).
3.
Penisilin prokain +2% alumunium monostearat, dosis total 7,2 juta unit
(diberikan 1,2 juta unit/kali, dua kali seminggu).
Sifilis III§
1.
Penisilin benzatin G dosis total 9,6 juta unit
2.
Penisilin G prokain dalam aqua dengan dosis total 18 juta unit (600.000 unit)
3.
Penisilin prokain + 2% alumunium monostearat, dosis total 9,6 juta unit
(diberikan 1,2 juta unit/kali, dua kali seminggu)
§
Untuk pasien sifilis I dan II yang alergi terhadap penisilin, dapat diberikan:
1.
Tertrasiklin 500mg/oral, 4x sehari selama 15 hari.
2.
Eritromisin 500mg/oral, 4x sehari selama 15 hari.
Untuk
pasien sifilis laten lanjut (> 1 tahun) yang alergi terhadap penisilin,
dapat diberikan:
1.
Tetrasiklin 500mg/oral, 4x sehari selama 30 hari
2.
Eritromisin 500mg/oral, 4x sehari selama 30 hari.
*Obat
ini tidak boleh diberikan pada wanita hamil, menyusui, dan anak-anak.
Penatalaksanaan Keperawatan
§
Memberikan pendidikan kepada pasien dengan menjelaskan hal-hal sebagai berikut:
1.
Bahaya PMS dan komplikais
2.
Pentingnya mamatuhi pengobatan yang diberikan
3. Cara
penularan PMS dan pengobatan untuk pasangan seks tetapnya
4.
Hindari hubungan seks sebelum sembuh dan memakai kondom jika tidak dapat
dihindarkan lagi.
5.
Pentingnya personal hygiene khususnya pada alat kelamin
6.
Cara-cara menghindari PMS di masa mendatang.
I. PROGNOSIS
Prognosis sifilis
menjadi lebih baik setelah ditemukannya penisilin. Jika penisilin tidak
diobati, maka hampir seperempatnya akan kambuh, 5% akan mendapat S III, 10%
mengalami sifilis kardiovaskuler, neurosifilis, dan 23% akan meninggal.
Pada sifilis dini yang
diobati, angka penyembuhan mencapai 95%. Kelainan kulit akan sembuh dalam 7-14
hari. Pembesaran kelenjar getah bening akan menetap berminggu-minggu.
Kegagalan terapi sebanyak 5% pada S I dan S II. Kambuh klinis
umumnya terjadi setahun setelah terapi berupa lesi menular pada mulut, tenggorokan,
dan regio perianal. Selain itu, terdapat kambuh serologik.
Pada sifilis laten
lanjut, prognosis baik. Pada sifilis kardiovaskuler, prognosis sukar
ditentukan. Prognosis pada neurosifilis bergantung pada tempat dan derajat
kerusakan.
Sel saraf yang sudah rusak bersifat irreversible. Prognosis
neurosifilis pada sifilis dini baik, angka penyembuhan dapat mencapai 100%.
Neurosifilis asimtomatik pada stadium lanjut juga baik, kurang dari 1%
memerlukan terapi ulang Prognosis sifilis kongenital dini baik. Pada yang
lanjut, prognosis tergantung pada kerusakan yang sudah ada.
J. Pemeriksaan Penunjang
Untuk menentukan diagnosis sifilis maka
dilakukan pemeriksaan klinik, serologi atau pemeriksaan dengan mengunakan
mikroskop lapangan gelap (darkfield microscope). Pada kasus tidak bergejala
diagnosis didasarkan pada uji serologis treponema dan non protonema. Uji non
protonema seperti Venereal Disease Research Laboratory (
VDRL ). Untuk mengetahui antibodi dalam tubuh terhadap masuknya Treponema
pallidum. Hasil uji kuantitatif uji VDRL cenderung berkorelasi dengan aktifitas
penyakit sehingga amat membantu dalam skrining, titer naik bila penyakit aktif
(gagal pengobatan atau reinfeksi) dan turun bila pengobatan cukup. Kelainan
sifilis primer yaitu chancre harus dibedakan dari berbagai penyakit yang
ditularkan melalui hubungan kelamin yaitu chancroid, granuloma inguinale,
limfogranuloma venerium, verrucae acuminata, skabies, dan keganasan (
kanker ).
K. Komplikasi
Tanpa pengobatan, sifilis dapat membawa kerusakan
pada seluruh tubuh. Sifilis juga meningkatkan resiko infeksi HIV, dan bagi
wanita, dapat menyebabkan gangguan selama hamil. Pengobatan dapat membantu
mencegah kerusakan di masa mendatang tapi tidak dapat memperbaiki kerusakan
yang telah terjadi.
Benjolan
kecil atau tumor
Disebut gummas, benjolan-benjolan ini dapat
berkembang dari kulit, tulang, hepar, atau organ lainnya pada sifilis tahap
laten. Jika
pada tahap ini dilakukan pengobatan, gummas biasanya akan hilang.
Masalah
Neurologi
Pada stadium laten, sifilis dapat
menyebabkan beberapa masalah pada nervous sistem, seperti:
§
Stroke
§
Infeksi dan inflamasi membran dan cairan di sekitar otak dan spinal cord
(meningitis)
§
Koordinasi otot yang buruk
Numbness (mati rasa)§
Paralysis§
Deafness or visual problems§
Personality changes§
Dementia§
Masalah kardiovaskular
Ini semua dapat meliputi bulging (aneurysm) dan inflamasi
aorta, arteri mayor, dan pembuluh darah lainnya. Sifilis juga dapat menyebabkan
valvular heart desease, seperti aortic valve stenonis.
Infeksi HIV
Orang dewasa dengan penyakit menular seksual sifilis atau borok
genital lainnya mempunyai perkiraan dua sampai lima kali lipat peningkatan
resiko mengidap HIV. Lesi sifilis dapat dengan mudah perdarahan, ini
menyediakan jalan yang sangat mudah untuk masuknya HIV ke aliran darah selama
aktivitas seksual.
Komplikasi kehamilan
dan bayi baru lahir
Sekitar 40% bayi yang mengidap sifilis dari ibunya akan mati,
salah satunya melalui keguguran, atau dapat hidup namun dengan umur beberapa
hari saja. Resiko untuk lahir premature juga menjadi lebih tinggi.
Pada stadium
primer komplikasi diatas belum terjadi. Manifestasi di atas dapat muncul
pada sifilis dengan stadium tersier dan kongenital karena
infeksi Treponema mencapai sistem saraf pusat (SSP), sehingga
apabila sudah mengenai SSP maka akan mengganggu semua sistem tubuh
sehingga akan terjadi penurunan daya imun yang memudahkan masuknya infeksi
lainnya, pada organ ginjal akan menyebabkan gangguan sistem perkemihan dan akan
mengganggu sistem organ lainnya.
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Pemeriksaan
fisik
Keadaan umum
Kesadaran, status gizi,
TB, BB, suhu, TD, nadi, respirasi
b. Pemeriksaan
sistemik
Kepala (mata, hidung,
telinga, gigi&mulut), leher (terdapat perbesaran tyroid atau tidak),
tengkuk, dada (inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi), genitalia, ekstremitas
atas dan bawah.
c.Pemeriksaan
penunjang
- Pemeriksaan
laboratorium (kimia darah, ureum, kreatinin, GDS, analisa urin, darah rutin)
2. Diagnosa Keperawatan & Intervensi
a. Nyeri
kronis b.d adanya lesi pada jaringan
Tujuan: nyeri klien
hilang dan kenyamanan terpenuhi
Kriteria:
- Nyeri
klien berkurang
- Ekspresi
wajah klien tidak kesakitan
- Keluhan
klien berkurang
- Skala
0-1
- TTV
TD: 110/80-120/90 mmHg, T: 360-370C, HR: 70-100x/mnt,
RR:16-20x/mnt
Intervensi:
- Kaji
riwayat nyeri dan respon terhadap nyeri
- Kaji
kebutuhan yang dapat mengurangi nyeri dan jelaskan tentang teknik mengurangi nyeri dan penyebab nyeri
- Ciptakan
lingkungan yang nyaman (mengganti alat tenun)
- Kurangi
stimulus yang tidak menyenangkan
- Kolaborasi
dengan dokter dalam pemberian analgetik
b. Hipertermi
b.d proses infeksi
Tujuan: klien akan
memiliki suhu tubuh normal
Kriteria:
- Suhu
36–37 °C
- Klien
tidak menggigil
- Klien
dapat istirahat dengan tenang
Intervensi:
- Observasi
keadaan umum klien dengan tanda vital tiap 2 jam sekali
- Berikan
antipiretik sesuai anjuran dokter dan monitor keefektifan 30-60 menit kemudian
- Berikan
kompres di dahi dan lengan
- Anjurkan
agar klien menggunakan pakaian yang tipis dan longgar
- Berikan
minum yang banyak pada klien
c. Cemas
b.d proses penyakit
Tujuan: cemas berkurang
atau hilang
Kriteria:
- Klien
merasa rileks
- Vital
sign dalam keadaan normal
- Klien
dapat menerima dirinya apa adanya
Intervensi:
- Kaji
tingkat ketakutan dengan cara pendekatan dan bina hubungan saling percaya
- Pertahankan
lingkungan yang tenang dan aman serta menjauhkan benda- benda berbahaya
- Libatkan
klien dan keluarga dalam prosedur pelaksanaan dan perawatan
- Ajarkan
penggunaan relaksasi
- Beritahu
tentang penyakit klien dan tindakan yang akan dilakukan secara sederhana.
d. Kerusakan
integritas kulit b.d. substansi kimia (T. pallidum)
Tujuan: setelah dilakukan tindakan
keperawatan pada klien, klien memiliki integritas kulit yang baik.
Kriteria:
§
Integritas kulit yang baik bias dipertahankan (sensasi, elastic, temperature, hidrasi, pigmentasi).
§
Tidak ada luka/lesi pada kulit
§
Perfusi jaringan baik
§
Menunjukkan adanya perbaikan kulit dan mencegah terjadinya cidera
§
Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami.
Intervensi:
o Anjurkan pasien untuk menggunakan
pakaian yang longgar.
o Hindari kerutan pada tempat
tidur.
o Jaga kenersihan kulit agar
tetap bersih dan kering.
o Monitor kulit akan adanya
kemerahan.
o Monitor status nutrisi
pasien.
o Mandikan pasien dengan sabun
dan air hangat.
DAFTAR PUSTAKA
Djuanda, Adhi. 1999. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta:
FKUI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar Sesopannya .. anda sopan aak segan .. :3